Pendidikan Berkarakter

Pendidikan karakter sangat diutamakan karena orang-orang pada zaman ini, tidak dilihat dari seberapa tinggi Pendidikan ataupun gelar seseorang, melainkan karakter dari pribadi setiap orang. Proses Pendidikan di sekolah masih banyak yang mementingkan aspek kognitifnya dibandingkan psikomotoriknya. Dan masih banyak guru-guru di setiap sekolah yang hanya asal mengajar saja agar terlihat formalitasnya, tanpa mengajarkan bagaimana etika-etika yang baik yang harus dilakukan. Banyak pilar karakter yang harus ditanamkan kepada penerus bangsa, diantaranya adalah kejujuran. Kejujuran merupakan hal yang paling pertama yang harus  ditanamkan pada tiap individu, karena kejujuran adalah benteng dari semuanya.

Demikian juga ada pilar karakter tentang keadilan karena seperti yang bisa kita lihat banyak sekali ketidakadilan khususnya di Negara ini. Selain itu harus ditanamkan juga pilar karakter seperti rasa hormat. Hormat kepada siapapun, contohnya adik kelas memiliki rasa hormat kepada kakak kelasnya, dan kakak kelasnya juga menyayangi adik-adik kelasnya, begitu juga dengan teman seangkatan rasa saling menghargai ada dalam diri setiap murid-murid agar terciptanya dunia Pendidikan yang tidak ramai akan tawuran.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin mempermudah pengguna, salah satunya smartphone berfungsi sebagai akses sesuatu yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Kurangnya kesadaran bangsa terhadap dampak perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya penyalah gunaan terhadap teknologi tersebut. Gaya hidup atau budaya anak remaja masa kini pada dasarnya mencerminkan dominasi dari paradigma kehidupan modern yang semakin berpusat pada manusia (anthroposentrisme).

Paradigma ini telah menggiring bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia, pada gairah eksploitasi sumberdaya secara berlebihan dengan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat. Hubungan antara manusia dengan alam diwarnai oleh egoisme manusia untuk mengeksploitasi, menguasai, dan mengendalikan. Egoisme tersebut tumbuh subur baik dalam masyarakat yang individualistik maupun komunalistik dan telah mampu mendorong kemajuan teknologi, hingga mencapai satu taraf yang di satu sisi semakin mendorong kemajuan ipteks dan di sisi yang lain telah menciptakan kesenjangan-kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat.

Menurut Komara (2018) Berperilaku yang baik akan dapat menghidari perilaku yang buruk dalam kehidupan sehar-hari, Kesenjangan-kesenjangan tersebut menyimpan potensi konflik baik horizontal maupun vertikal yang mampu menggerus nilai-nilai luhur dari karakter bangsa khususnya bangsa Indonesia. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Ini berarti bahwa pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, dengan harapan agar nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah pendidikan yang mampu mengintegrasikan dengan perkembangan seluruh dimensi kehidupan manusia, yaitu kognitif, Fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual peserta didik (Sahroni, 2017). Menurut Suwartini (2017).

Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil. Pendidikan karakter tidak semata – mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial struktural. Meskipun pada gilirannya kriteria penentu adalah nilai-nilai kebebasan individual yang bersifat personal. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik; pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria; malu berbuat curang; malu bersikap malas; malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.

Di sinilah dapat dipahami, mengapa ada kesenjangan antara praktik pendidikan dengan karakter peserta didik. Melalui pendidikan karakter pembelajar maupun anak muda diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasikan, serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan upaya pembentukkan karakter yang dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini selaras dengan pernyataan Haryanto (2013) yang mengungkapkan bahwa karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi Pendidikan Karakter yang akan dibahas adalah Strategi Pendidikan Karakter melalui Multiple Talent Aproach (Multiple Intelligent). Strategi Pendidikan Karakter ini memiliki tujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik yang manifestasi pengembangan potensi akan membangun Self concept yang menunjang kesehatan mental. Konsep ini menyediakan kesempatan bagi anak didik untuk mengembangkan bakat emasnya sesuai dengan kebutuhan dan minat yang dimilikinya. Ada banyak cara untuk menjadi cerdas, dan cara ini biasanya ditandai dengan prestasi akademik yang diperoleh disekolahnya dan anak didik tersebut mengikuti tes intelengensia. Cara tersebut misalnya melalui kata-kata, angka, musik, gambar, kegiatan fisik atau kemampuan motorik atau lewat cara sosial emosional.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *